- Back to Home »
- Manajement Pendidikan Dalam Menghadapi Kreatifitas Anak »
- Manajement Pendidikan Dalam Menghadapi Kreatifitas Anak
Posted by : Febbriyana awalludin bagen
Kamis, 10 Januari 2013
Manajement
Pendidikan Dalam Menghadapi Kreatifitas Anak
Banyak kalangan yang belum
puas dengan kualitas pendidikan di negara kita. Tentunya kita tidak jarang
mendengarkan ungkapan-ungkapan seperti: “pendidikan negara kita belum
berkualitas”, “pendidikan di Indonesia telah tertinggal jauh dari negara-negara
lain”, “kapan kita akan maju kalau pendidikan kita berjalan di tempat”, dan
lain sebagainya.
Para ahli pendidikan telah
sepakat bahwa suatu sistem pendidikan dapat dikatakan berkualitas, apabila
proses kegiatan belajar-mengajar berjalan secara menarik dan menantang sehingga
peserta didik dapat belajar sebanyak dan sebaik mungkin melalu proses belajar
yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang bermutu akan menghasilkan hasli yang
bermutu serta relevan dengan perkembangan zaman. Agar terwujud sebuah
pendidikan yang bermutu dan efisien, maka perlu disusun dan dilaksanakan
program-program pendidiakn yang mampu membelajarkan peserta didik secara
berkelanjutan, karena dengan mutu pedidikan yang optimal, diharapkan akan
menghasilkan keungugulan smber daya manusia yang dapat menguasai pengetahuan, keterampilan
dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang
secara pesat.
Untuk dapat mencapai sebuah
pendidikan yang berkualitas diperlukan manajemen pedidikan yang mampu
memobilisasi segala sumber daya pendidikan. Di antaranya adalah manajemen
peserta didik yang isinya merupakan pengelolaan dan juga pelaksanaannya. Masih
banyak kita temukan fakta-fakta di lapangan sistem pengelolaan anak didik yang
masih mengunakan cara-cara konvensional dan lebih menekankan pengembangan kecerdasan
dalam arti yang sempit dan tentunya kurang mmberi perhatian kepada pengembangan
bakat kreatif peserta didik. Padahal Kreativitas disamping bermanfaat untuk
pengembangan diri anak didik juga merupakan kebutuhan akan perwujudan diri
sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia. Kreativitas adalah
proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang
kekurangan, menilai dan meguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubahnya dan
mengujinya lagi sampai pada akhirnya menyampaikan hasilnya. Dengan adanya
kreativitas yang diimplementasiakan dalam sistem pembelajaran, peserta didik
nantinya diharapkan dapat menemukan ide-ide yang berbeda dalam memecahkan
masalah yang dihadapi sehingga ide-ide kaya yang progresif dan divergen pada nantinya
dapat bersaing dalam kompetisi global yang selalu berubah.
Perubahan kualitas yang
seimbang baik fisik maupun mental merupakan idikasi dari perkambangan anak
didik yang baik. Tidak ada satu aspek perkambangan dalam diri anak didik yang
dinilai lebih penting dari yang lainnya. Oleh itu tidaklah salah bila teori
kecerdasan majmuk yang diutarakan oleh Gardner dinilai dapat memenuhi
kecenderungan perkambangan anak didik yang bervariasi.
Maka penyelenggaraan
pendidikan saat ini harus diupayakan untuk memberikan pelayanan khusus kepada
peserta didik yang mempunyai kreativitas dan juga keberbakatan yang berbeda
agar tujuan pendidikan dapat diarahkan menjadi lebih baik.
Muhibbin Syah menjelaskan
bahwa akar kata dari pendidikan adalah "didik" atau "mendidik"
yang secara harfiah diartikan memelihara dan memberi latihan. Sedangkan
"pendidikan", merupakan tahapan-tahapan kegiatan mengubah sikap dan
perilaku seseorang atau sekelompok orang melalui upaya pelatihan dan
pengajaran. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan tidak dapat lepas dari
pengajaran. Kegiatan dari pengajaran ini melibatkan peserta didik sebagai
penerima bahan ajar dengan maksud akhir dari semua hal ini sesuai yang
diamanatkan dalam undang-undang no. 20 tentang sisdiknas tahun 2003; agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam pdidikan, peserta didik
merupakan titik fokus yang strategis karena kepadanyalah bahan ajar melalu
sebuah proses pengajaran diberikan. Dan sudah mafhum bahwa peserta didik
memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing, mereka unik dengan seluruh
potensi dan kapasitas yang ada pada diri mereka dan keunikan ini tidak dapat
diseragamkan dengan satu aturan yang sama antara pesrta didik yang satu dengan
peserta didik yang lain. Para pendidik dan lembaga pendidikan harus menghargai
perbedaan yang ada pada mereka. Keunikan yang terjadi pada peserta didik memang
menimbulkan satu permasalahan tersendiri yang harus diketahui dan dipecahkan
sehingga pengelolaan murid (peserta didik) dalam satu kerangka kerja yang
terpadu mutlak diperhatikan, terutama pertimbangan pada pengembangan
kreativitas, hal ini harus menjadi titik perhatian karena sistem pendidikan
memang masih diakui lebih menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang
sempit dan kurang memberikan perhatian kepada pengembangan kreatif peserta
didik. Hal ini terjadi dari konsep kreativitas yang masih kurang dipahami
secara holistic, juga filsafat pendidikan yang sejak zaman penjajahan
bermazhabkan azas tunggal seragam dan berorientasi pada
kepentingan-kepentingan, sehingga pada akhirnya berdampak pada cara mengasuh,
mendidik dan mengelola pembelajaran peserta didik.
Kebutuhan akan kreativitas
tampak dan dirasakan pada semua kegiatan manusia. Perkembangan akhir dari
kreativitas akan terkait dengan empat aspek, yaitu: aspek pribadi, pendorong,
proses dan produk. Kreativitas akan muncul dari interaksi yang unik dengan
lingkungannya.Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah,
membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan mengujinya. Proses
kreativitas dalam perwujudannya memerlukan dorongan (motivasi intristik) maupun
dorongan eksternal. Motivasi intrinstik ini adalah intelegensi, memang secara
historis kretivitas dan keberbakatan diartikan sebagai mempunyai intelegensi
yang tinggi, dan tes intellejensi tradisional merupakan ciri utama untuk
mengidentifikasikan anak berbakat intelektual tetapi pada akhirnya hal inipun
menjadi masalah karena apabila kreativitas dan keberbakatan dilihat dari
perspektif intelejensi berbagai talenta khusus yang ada pada peserta didik
kurang diperhatikan yang akhirnya melestarikan dan mengembang biakkan
Pendidikan Tradisional Konvensional yang berorientasi dan sangat menghargai
kecerdasan linguistik dan logika matematik. Padahal, Teori psikologi pendidikan
terbaru yang menghasilkan revolusi paradigma pemikiran tentang konsep kecerdasan
diajukan oleh Prof. Gardner yang mengidentifikasikan bahwa dalam diri setiap
anak apabila dirinya terlahir dengan otak yang normal dalam arti tidak ada
kerusakan pada susunan syarafnya, maka setidaknya terdapat delapan macam
kecerdasan yang dimiliki oleh mereka.