- Back to Home »
- PROSES KOMUNIKASI »
- PROSES KOMUNIKASI
Posted by : Febbriyana awalludin bagen
Jumat, 11 Januari 2013
PROSES KOMUNIKASI
Berangkat dari paradigma Lasswell, Effendy (1994:11-19)
membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:
Proses komunikasi
secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian
pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam
proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal (kial/gesture,
isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu
menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.
Seperti disinggung di muka, komunikasi berlangsung
apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan
kata lain , komunikasi adalah proses membuat pesan yang setala bagi komunikator
dan komunikan. Prosesnya sebagai berikut, pertama-tama komunikator menyandi (encode)
pesan yang akan disampaikan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti
komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang
(bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian giliran
komunikan untuk menterjemahkan (decode) pesan dari komunikator. Ini
berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan
komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang penting dalam proses penyandian
(coding) adalah komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat
menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan makna).
Wilbur Schramm (dalam Effendy, 1994) menyatakan bahwa
komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan makna) apabila pesan yang
disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference)
, yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and
meanings) yang diperoleh oleh komunikan. Schramm menambahkan, bahwa bidang
(field of experience) merupakan faktor penting juga dalam komunikasi.
Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan,
komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila bidang pengalaman
komunikan tidak sama dengan bidang pengalaman komunikator, akan timbul
kesukaran untuk mengerti satu sama lain. Sebagai contoh seperti yang
diungkapkan oleh Sendjaja(1994:33)yakni : Si A seorang mahasiswa ingin
berbincang-bincang mengenai perkembangan valuta asing dalam kaitannya dengan
pertumbuhan ekonomi. Bagi si A tentunya akan lebih mudah dan lancar apabila
pembicaraan mengenai hal tersebut dilakukan dengan si B yang juga sama-sama
mahasiswa. Seandainya si A tersebut membicarakan hal tersebut dengan si C,
sorang pemuda desa tamatan SD tentunya proses komunikaasi tidak akan berjalan
sebagaimana mestinya seperti yang diharapkan si A. Karena antara si A dan si C
terdapat perbedaan yang menyangkut tingkat pengetahuan, pengalaman, budaya,
orientasi dan mungkin juga kepentingannya.
Contoh tersebut dapat memberikan gambaran bahwa proses
komunikasiakan berjalan baik atau mudah apabila di antara pelaku (sumber dan
penerima) relatif sama. Artinya apabila kita ingin berkomunikasi dengan baik
dengan seseorang, maka kita harsu mengolah dan menyampaikan pesan dalam bahasa
dan cara-cara yang sesuai dengan tingkat pengetahuan, pengalaman, orientasi dan
latar belakang budayanya. Dengan kata lain komunikator perlu mengenali
karakteristik individual, sosial dan budaya dari komunikan.